Tiga Ahli Teori Materialis Abad Ke-19

Saat ini adalah tonggak utama dalam sejarah, di mana filsafat materialis yang pernah dipaksakan oleh banyak manusia dengan kedok sains, secara ironis diruntuhkan oleh sains itu sendiri.
Materialisme, filsafat yang berkeyakinan bahwa segala sesuatu terbentuk dari materi dan menolak keberadaan Tuhan, tak lain dari versi terkini dari keberhalaan. Pemuja berhala di masa silam biasa menyembah benda-benda tak hidup seperti tiang totem dari kayu atau batu dan menganggapnya sebagai tuhan. Filsafat materialis, di lain pihak, mendasarkan klaimnya pada kepercayaan bahwa manusia dan semua makhluk lain diciptakan oleh atom dan molekul. Menurut pandangan takhyul ini, atom yang tak hidup entah bagaimana mengorganisasikan dirinya sendiri dan lama-kelamaan memperoleh kehidupan dan kesadaran, dan pada akhirnya membawa kehadiran manusia. 

Keyakinan takhyul materialisme ini disebut "evolusi". Kepercayaan terhadap evolusi, yang pertama kali diperkenalkan dalam budaya berhala bangsa Sumeria kuno dan Yunani kuno, dihidupkan kembali pada abad ke-19 oleh sekelompok ilmuwan materialis dan dibawa ke agenda dunia. Charles Darwin adalah yang tokoh paling terkenal di antara mereka. Teori evolusi yang dikembangkannya telah membuang-buang waktu dunia sains selama 150 tahun, dan walaupun cacatnya diketahui luas, sampai sekarang terus dipertahankan semata karena alasan ideologis.
Namun, sebagaimana disebutkan sebelumnya, saat ini, materialisme tengah mengalami keruntuhan yang menghebohkan. Seringkali dinyatakan bahwa ada tiga ahli teori materialis yang mengarahkan abad ke-19: Freud, Marx and Darwin. Teori dari dua orang pertama telah dikaji, diuji, dan terbukti tidak sahih, lalu ditolak di abad ke-20. Sekarang, teori Darwin juga sedang menuju keruntuhan.
Charles Darwin
Karl Marx
Sigmund Freud
Beberapa perkembangan penting pada bulan Juni 2000 lalu telah mempercepat keruntuhan besar materialisme.
Pertama, para ilmuwan yang melakukan percobaan untuk melewati kecepatan cahaya membuat penemuan yang menjungkirbalikkan semua premis ilmiah. Di dalam sebuah percobaan di mana kecepatan cahaya dilampaui berkali-kali, para ilmuwan mengamati dengan takjub bahwa pengaruh percobaan terjadi sebelum sebabnya. Ini merupakan kekalahan klaim "kausalitas" yang dikemukakan sebagai dasar pandangan materialis, di abad ke-19.
Subjek ini diuraikan pada sebuah surat kabar dengan tajuk "Telah terbukti bahwa akibat tanpa sebab adalah mungkin dan bahwa akhir sebuah kejadian dapat terjadi sebelum awalnya". Sudah tentu, terjadinya akibat suatu aksi sebelum aksi yang tampaknya merupakan penyebabnya, adalah bukti ilmiah bahwa semua kejadian diciptakan secara terpisah. Ini secara total menghancurkan dogma materialis.
Beberapa pekan setelahnya, terungkap bahwa Archaeopteryx, sebuah fosil burung yang diajukan sebagai "bukti fosil paling penting" oleh para Darwinis selama lebih dari satu abad, sebenarnya bukanlah bukti teori itu, tapi menyerangnya. Ketika ditemukan fosil lainnya, yang sekitar 75 juta tahun lebih tua dari fosil yang diduga sebagai "nenek moyang primitif dari burung" ini, dan ternyata tidak berbeda dari burung modern, para evolusionis pun terguncang. Pada tanggal 25 Juni 2000, bahkan sebuah jurnal yang biasa menampilkan Archaeopteryx sebagai "nenek moyang primitif dari burung" terpaksa melaporkan berita itu dengan tajuk "Nenek Moyang Burung Terbukti Seekor Burung".
Akhirnya, Projek Genom Manusia, sebuah upaya untuk membuat bagan dari peta kasar genom manusia, rampung dan berbagai detail dari "informasi genetik", yang menyoroti betapa unggulnya makhluk hidup penciptaan Tuhan, telah terungkap bagi manusia. Kini, setiap orang yang memikirkan hasil dari projek ini dan mengetahui bahwa sebuah sel manusia mengandung informasi yang mencukupi untuk disimpan ribuan halaman ensiklopedia, dapat memahami betapa ini merupakan keajaiban besar penciptaan.
Walau begitu, para evolusionis mencoba untuk menyalahtafsirkan perkembangan terakhir ini, yang sebenarnya menentang mereka, dan menampilkannya sebagai bukti dari "evolusi". Karena tidak mampu menjelaskan bagaimana rantai DNA dari sebuah bakteri kecil berasal mula, para evolusionis mencoba untuk menyampaikan pesan seperti "gen manusia menyerupai gen binatang". Pesan-pesan seperti ini tidak akurat dan tidak memiliki nilai ilmiah sedikit pun. Mereka dibuat untuk menyesatkan publik. Sementara, sejumlah lembaga media, karena ketidaktahuannya akan subjek tersebut dan pendekatan mereka yang berpraduga, menyangka bahwa Projek Genom Manusia memberikan "bukti evolusi" dan berupaya menampilkannya demikian.
Dalam buku ini dijelaskan kesalahan konsepsi para evolusionis di atas, juga sifat tidak masuk akal dan dangkal dari keberatan yang diajukan terhadap penciptaan. Sebagai tambahan, diungkapkan secara lugas kerasnya pukulan dari penemuan-penemuan terbaru terhadap Darwinisme.

No comments:

Post a Comment